Kamis, 19 September 2013

NANNY 911



            Apa maksudnya ya Nanny 911? Pertama saya juga bingung ketika melihat iklan itu di sebuah televisi swasta. Ya…. Nanny 911 adalah sebuah program acara di salah satu televisi swasta. Baru pertama kali saya melihatnya, dan saya langsung tertarik. Acara ini menceritakan tentang sebuah keluarga yang memiliki masalah. Mereka akan meminta pertolongan kepada seorang pengasuh melalui telepon. Itu sebabnya acara ini dinamakan Nanny 911. Seorang pengasuh –yang selanjutnya dinamakan Nanny- akan datang ke rumah tersebut selama satu minggu (live in). Tugas Nanny adalah mengamati apa yang terjadi dalam keluarga tersebut, menganalisa akar masalah yang terjadi dalam keluarga, dan menentukan perlakuan apa yang akan diberikan kepada masing-masing pihak yang memiliki masalah.
            Sebuah keluarga memiliki tiga orang anak-anak yang masih kecil. Berdasarkan hasil pengamatan, Nanny menemukan beberapa masalah yang terjadi di keluarga tersebut, yaitu :
1.     Anak yang pertama tidak mampu mengungkapkan emosinya. Jika ia marah atau merasa kesal, ia akan menangis, masuk ke kamarnya dan membanting pintu kamarnya, tanpa berbicara.
2.     Anak yang kedua juga tidak mampu mengungkapkan emosinya. Jika ia marah karena sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan dirinya, ia akan memukul orang yang ada di dekatnya.
3.     Anak yang ketiga (usia 4 tahun) belum mampu buang air kecil di toilet. Ia masih sering mengompol dan memakai popok bayi.
4.     Ayah yang merupakan kepala keluarga, terlalu sibuk bekerja. Ayah jarang berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak-anaknya. Jika ayah pulang kerja, dan rumah dalam keadaan ribut karena masalah yang terjadi, maka ayah merasa tidak tenang dan kepalanya akan pecah.
5.     Ibu, dalam keluarga ini merupakan ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurus anak-anak. Ibu sangat “bawel”, pengatur, memiliki standar sempurna terhadap anak-anak, sehingga semua anak-anak harus mampu melakukan apa yang menjadi keinginan ibu. Sebagai contoh, ibu memiliki obsesi menjadi orang terkenal, namun tidak mampu mewujudkannya. Ibu, kemudian mengikutsertakan semua anak-anak untuk melakukan casting iklan untuk sebuah produk coklat. Ibu berusaha keras membantu anak-anak untuk menghafal dialog iklan, padahal anak-anak tidak menunjukkan minat melakukan hal tersebut. Anak-anak melakukan hal tersebut hanya agar ibu senang.

Nanny melakukan analisa bahwa sumber masalah yang terjadi pada anak-anak dalam keluarga tersebut adalah ibu, namun ibu tidak menyadari bahwa dirinyalah yang menjadi penyebab kekacauan di dalam keluarga. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa, maka Nanny kemudian menentukan jenis perlakuan yang akan diberikan kepada masing-masing pihak yang memiliki masalah. Perlakuan dilakukan dengan beberapa pendekatan.
Pertama, Pendekatan Perilaku. Pendekatan ini berfokus pada bagaimana individu belajar dan kondisi apa yang menentukan tingkah laku individu. Terapi yang dilakukan dengan pendekatan ini pada dasarnya diarahkan pada tujuan untuk memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang tidak sesuai, memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Jenis perlakuan yang diberikan dengan pendekatan ini adalah : (a) Modelling. Hal ini diterapkan terhadap anak ketiga dari pasangan tersebut. Nanny memberikan contoh, bahwa jika anak merasa ingin buang air kecil, ia harus melakukan “tarian buang air kecil”, pergi ke toilet, dan setelah selesai, kembali melakukan “tarian berhasil buang air kecil”. Hal ini dilakukan agar anak tidak mengompol dan tidak perlu menggunakan popok bayi lagi. (b) Latihan Asertif. Hal ini diterapkan terhadap anak pertama dan kedua, yang tidak mampu mengungkapkan perasaan marahnya dengan cara yang baik. Nanny mengajak kedua anak tersebut berbicara (secara terpisah), bagaimana mereka menerima bahwa dirinya sedang marah, namun mengekspresikan kemarahannya tersebut dengan cara yang baik, yaitu berbicara. Sebelumnya mereka tidak mampu membicarakannya dengan orangtua, karena mereka takut dengan orangtuanya. Hal ini dilakukan agar anak tidak membanting pintu kamar atau memukul ketika sedang marah. (c) Token Ekonomi. Hal ini diterapkan pada ketiga anak. Masing-masing anak memiliki toples yang berisi namanya. Jika mereka mampu melakukan hal yang baik, mereka akan diberi satu kelereng. Jika mereka melakukan hal yang tidak baik, satu kelereng akan diambil dari toples mereka. Pada saat toples terisi penuh dengan kelereng, mereka akan mendapatkan sejumlah uang yang digunakan untuk membeli hadiah. Hadiah tersebut akan mereka berikan kepada orang yang mereka anggap paling spesial.
Kedua, Pendekatan Kognitif. Pendekatan ini menitikberatkan pada proses berpikir, menilai, memutuskan, menganalisis dan bertindak. Terapi dengan pendekatan ini diterapkan terhadap ibu, karena ibu merupakan orang dewasa yang dianggap sudah mampu melakukan proses tersebut. Nanny melakukan konfrontasi terhadap ibu pada saat yang tepat, yaitu ketika situasi di dalam keluarga mulai memanas. Nanny berpikir jika ia tidak segera melakukan konfrontasi terhadap ibu, maka ibu akan semakin melakukan pembenaran-pembenaran dalam dirinya. Hal ini juga dilakukan agar perlakuan yang diterapkan kepada anak-anak tidak sia-sia. Keberhasilan terapi pada anak-anak akan menjadi sia-sia, jika penyebab dari semua masalah mereka (yaitu ibu) belum mendapatkan perlakuan terhadap masalahnya.
            Pada hari ketujuh (hari terakhir dalam program itu) anak-anak mulai tidak membanting pintu dan memukul ketika sedang marah, tidak mengompol dan mulai dapat memakai celana (tidak menggunakan popok bayi lagi). Ibu mulai menyadari sikap bawelnya, tidak menetapkan standar tinggi bagi semua anaknya. Setelah semua permasalahan berhasil diatasi, ayah dapat merasa nyaman ketika kembali ke rumah.
            Pada akhirnya Nanny bersiap pergi dari keluarga tersebut, dan kembali menunggu panggilan dari keluarga lain yang membutuhkannya. And the true story... happy ending.

- 1 Januari 2008 -



Tidak ada komentar:

Posting Komentar