Apa
maksudnya ya Nanny 911? Pertama saya juga bingung ketika melihat iklan itu di
sebuah televisi swasta. Ya…. Nanny 911 adalah sebuah program acara di salah
satu televisi swasta. Baru pertama kali saya melihatnya, dan saya langsung
tertarik. Acara ini menceritakan tentang sebuah keluarga yang memiliki masalah.
Mereka akan meminta pertolongan kepada seorang pengasuh melalui telepon. Itu
sebabnya acara ini dinamakan Nanny 911. Seorang pengasuh –yang selanjutnya
dinamakan Nanny- akan datang ke rumah tersebut selama satu minggu (live in).
Tugas Nanny adalah mengamati apa yang terjadi dalam keluarga tersebut, menganalisa
akar masalah yang terjadi dalam keluarga, dan menentukan perlakuan apa yang
akan diberikan kepada masing-masing pihak yang memiliki masalah.
Sebuah
keluarga memiliki tiga orang anak-anak yang masih kecil. Berdasarkan hasil
pengamatan, Nanny menemukan beberapa masalah yang terjadi di keluarga tersebut,
yaitu :
1. Anak
yang pertama tidak mampu mengungkapkan emosinya. Jika ia marah atau merasa
kesal, ia akan menangis, masuk ke kamarnya dan membanting pintu kamarnya, tanpa
berbicara.
2. Anak
yang kedua juga tidak mampu mengungkapkan emosinya. Jika ia marah karena
sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan dirinya, ia akan memukul orang yang
ada di dekatnya.
3. Anak
yang ketiga (usia 4 tahun) belum mampu buang air kecil di toilet. Ia masih sering mengompol dan memakai popok bayi.
4. Ayah yang merupakan kepala keluarga, terlalu sibuk
bekerja. Ayah jarang berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak-anaknya. Jika
ayah pulang kerja, dan rumah dalam keadaan ribut karena masalah yang terjadi,
maka ayah merasa tidak tenang dan kepalanya akan pecah.
5. Ibu, dalam keluarga ini merupakan ibu rumah tangga yang
sehari-hari mengurus anak-anak. Ibu sangat “bawel”, pengatur, memiliki standar
sempurna terhadap anak-anak, sehingga semua anak-anak harus mampu melakukan apa
yang menjadi keinginan ibu. Sebagai contoh, ibu memiliki obsesi menjadi orang
terkenal, namun tidak mampu mewujudkannya. Ibu, kemudian mengikutsertakan semua
anak-anak untuk melakukan casting iklan untuk sebuah produk coklat. Ibu
berusaha keras membantu anak-anak untuk menghafal dialog iklan, padahal
anak-anak tidak menunjukkan minat melakukan hal tersebut. Anak-anak melakukan
hal tersebut hanya agar ibu senang.
Nanny melakukan analisa bahwa sumber masalah yang terjadi
pada anak-anak dalam keluarga tersebut adalah ibu, namun ibu tidak menyadari
bahwa dirinyalah yang menjadi penyebab kekacauan di dalam keluarga. Berdasarkan
hasil pengamatan dan analisa, maka Nanny kemudian menentukan jenis perlakuan
yang akan diberikan kepada masing-masing pihak yang memiliki masalah. Perlakuan
dilakukan dengan beberapa pendekatan.
Pertama, Pendekatan
Perilaku. Pendekatan ini berfokus pada bagaimana individu belajar dan kondisi
apa yang menentukan tingkah laku individu. Terapi yang dilakukan dengan
pendekatan ini pada dasarnya diarahkan pada tujuan untuk memperoleh tingkah
laku baru, penghapusan tingkah laku yang tidak sesuai, memperkuat dan
mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Jenis perlakuan yang diberikan
dengan pendekatan ini adalah : (a) Modelling. Hal ini diterapkan
terhadap anak ketiga dari pasangan tersebut. Nanny memberikan contoh, bahwa
jika anak merasa ingin buang air kecil, ia harus melakukan “tarian buang air
kecil”, pergi ke toilet, dan setelah selesai, kembali melakukan “tarian
berhasil buang air kecil”. Hal ini dilakukan agar anak tidak mengompol dan
tidak perlu menggunakan popok bayi lagi. (b) Latihan Asertif. Hal ini diterapkan
terhadap anak pertama dan kedua, yang tidak mampu mengungkapkan perasaan
marahnya dengan cara yang baik. Nanny mengajak kedua anak tersebut berbicara
(secara terpisah), bagaimana mereka menerima bahwa dirinya sedang marah, namun
mengekspresikan kemarahannya tersebut dengan cara yang baik, yaitu berbicara.
Sebelumnya mereka tidak mampu membicarakannya dengan orangtua, karena mereka
takut dengan orangtuanya. Hal ini dilakukan agar anak tidak membanting pintu
kamar atau memukul ketika sedang marah. (c) Token Ekonomi. Hal ini
diterapkan pada ketiga anak. Masing-masing anak memiliki toples yang berisi
namanya. Jika mereka mampu melakukan hal yang baik, mereka akan diberi satu
kelereng. Jika mereka melakukan hal yang tidak baik, satu kelereng akan diambil
dari toples mereka. Pada saat toples terisi penuh dengan kelereng, mereka akan
mendapatkan sejumlah uang yang digunakan untuk membeli hadiah. Hadiah tersebut
akan mereka berikan kepada orang yang mereka anggap paling spesial.
Kedua,
Pendekatan Kognitif. Pendekatan ini menitikberatkan pada proses berpikir,
menilai, memutuskan, menganalisis dan bertindak. Terapi dengan pendekatan ini
diterapkan terhadap ibu, karena ibu merupakan orang dewasa yang dianggap sudah
mampu melakukan proses tersebut. Nanny melakukan konfrontasi terhadap ibu pada
saat yang tepat, yaitu ketika situasi di dalam keluarga mulai memanas. Nanny
berpikir jika ia tidak segera melakukan konfrontasi terhadap ibu, maka ibu akan
semakin melakukan pembenaran-pembenaran dalam dirinya. Hal ini juga dilakukan
agar perlakuan yang diterapkan kepada anak-anak tidak sia-sia. Keberhasilan
terapi pada anak-anak akan menjadi sia-sia, jika penyebab dari semua masalah
mereka (yaitu ibu) belum mendapatkan perlakuan terhadap masalahnya.
Pada
hari ketujuh (hari terakhir dalam program itu) anak-anak mulai tidak membanting
pintu dan memukul ketika sedang marah, tidak mengompol dan mulai dapat memakai
celana (tidak menggunakan popok bayi lagi). Ibu mulai menyadari sikap bawelnya,
tidak menetapkan standar tinggi bagi semua anaknya. Setelah semua permasalahan
berhasil diatasi, ayah dapat merasa nyaman ketika kembali ke rumah.
Pada
akhirnya Nanny bersiap pergi dari keluarga tersebut, dan kembali menunggu
panggilan dari keluarga lain yang membutuhkannya. And the true story... happy
ending.
- 1 Januari 2008 -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar