“Mbak, ga takut tho rambutnya dipotong sama
saya? Saya baru belajar loh!”
Sebuah pertanyaan
yang dilontarkan oleh seorang kapster ketika saya hendak merapikan rambut di
sebuah salon di bilangan Malioboro, Jogjakarta .
Saya mengatakan “Tenang aja mba, aku
percaya kok mbaknya bisa”. Nyatanya, hasilnya tidak buruk, saya puas dengan
hasil potongannya, walaupun waktu yang digunakan terbilang lama.
Hal yang sama saya rasakan. Bulan Juni ini, saya dan rekan satu divisi
(psikososial), ”dipaksa” untuk
menjadi fasilitator di sebuah acara diskusi Kekerasan Dalam Rumah Tangga, di
dua daerah dampingan MPBGB. Sedikit rasa khawatir saya rasakan. Namun, beberapa
teman terus ”mendesak”. Akhirnya kami putuskan bahwa kami harus mencoba. Satu
hari sebelumnya, kami melakukan diskusi berdua untuk membuat modul
kecil-kecilan, berisi materi dan langkah-langkah yang akan kami lakukan. Hari
pertama, ada gangguan kecil terjadi. Saya merasa shock ketika salah satu warga mengatakan ”Loh masalah KDRT kok pembicaranya belum berumah tangga?” Akhirnya
tugas saya digantikan teman untuk beberapa saat, kemudian ketika teman tersebut
sudah merasa bingung mengenai apa yang harus dilakukan, saya mengambil alih.
Begitu seterusnya hingga acara berakhir. Hari kedua, teknik tersebut masih kami
gunakan. Kami saling mengisi satu sama lain. Berdasarkan pengamatan ketika
mengikuti fasilitator dari lembaga lain memimpin diskusi,, kami mencoba memberikan materi yang sama dengan
yang mereka berikan. Dari sisi materi tidak ada perbedaan dengan mereka. Namun,
mungkin karena jam terbang yang belum terlalu banyak, terkadang masih ada
kekakuan ketika kami membawakan acara diskusi tersebut. Beberapa hal terkadang
membuat kami ”kebingungan”. Apa yang
harus kami lakukan jika ada peserta yang tidak terlalu paham dengan Bahasa
Indonesia ; atau Apa yang harus kami lakukan jika ada pertanyaan di luar
perkiraan kami? Namun, seiring berjalannya waktu, kami percaya bahwa setiap
proses belajar akan mendatangkan pengalaman belajar. Kumpulan pengalaman
belajar akan membantu kami untuk yakin pada diri kami, bahwa kami mampu
melakukannya.
Adakah persamaan antara saya dan kapster salon tersebut? Kami sama-sama
diberikan kesempatan untuk belajar. Belajar merupakan suatu perubahan perilaku
atau kapasitas yang dicapai melalui pengalaman belajar (Parsons, dkk,
2001). Perlu dicatat, setiap orang
memiliki gaya sendiri dalam belajar. Tidak semua orang
belajar dengan cara yang sama. Kecepatan setiap orang untuk menyerap semua
informasi yang masuk ke dalam dirinya pun berbeda. Tidak menjadi masalah
seseorang belajar dengan cepat atau lambat, atau dengan media apa seseorang
belajar. Hal utama yang diperoleh ketika seseorang belajar adalah
kemampuan, keterampilan, dan pengalaman belajar.
Lalu, apa yang dapat saya dan teman-teman lakukan? Begitu banyak yang dapat
kita lakukan untuk mendukung orang lain belajar, yaitu : (a) Konsentrasi sangat
diperlukan pada saat belajar, sehingga sebaiknya kita tidak mengganggu ketika
orang lain sedang belajar ; (b) Buku merupakan salah satu media belajar,
sehingga menyumbangkan buku kita yang sudah tidak terpakai agar dapat digunakan
orang lain, sangatlah bermanfaat ; (c) Tidak mengejek orang lain yang melakukan
kesalahan pada saat belajar. Ingat, belajar itu merupakan proses, dan bukan
berorientasi pada hasil. Di dalam keterbatasannya, manusia akan menemukan cara
untuk memperbaiki kesalahannya ; (d) Ingatkan orang lain untuk tidak perlu
merasa takut gagal ketika sedang belajar atau mencoba suatu hal. Percaya diri,
motivasi diri, dan keberanian merupakan modal awal untuk memulai belajar
Mari kita sama-sama mendukung setiap orang untuk belajar, karena setiap orang butuh diberi kesempatan untuk
belajar. Di sepanjang tahap perkembangannya, manusia AKAN BELAJAR.
-28 Juni 2007-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar