Kamis, 19 September 2013

Setiap Orang Butuh Diberi Kesempatan Untuk Belajar



“Mbak, ga takut tho rambutnya dipotong sama saya? Saya baru belajar loh!”

Sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang kapster ketika saya hendak merapikan rambut di sebuah salon di bilangan Malioboro, Jogjakarta. Saya mengatakan “Tenang aja mba, aku percaya kok mbaknya bisa”. Nyatanya, hasilnya tidak buruk, saya puas dengan hasil potongannya, walaupun waktu yang digunakan terbilang lama.
Hal yang sama saya rasakan. Bulan Juni ini, saya dan rekan satu divisi (psikososial), ”dipaksa” untuk menjadi fasilitator di sebuah acara diskusi Kekerasan Dalam Rumah Tangga, di dua daerah dampingan MPBGB. Sedikit rasa khawatir saya rasakan. Namun, beberapa teman terus ”mendesak”. Akhirnya kami putuskan bahwa kami harus mencoba. Satu hari sebelumnya, kami melakukan diskusi berdua untuk membuat modul kecil-kecilan, berisi materi dan langkah-langkah yang akan kami lakukan. Hari pertama, ada gangguan kecil terjadi. Saya merasa shock ketika salah satu warga mengatakan ”Loh masalah KDRT kok pembicaranya belum berumah tangga?” Akhirnya tugas saya digantikan teman untuk beberapa saat, kemudian ketika teman tersebut sudah merasa bingung mengenai apa yang harus dilakukan, saya mengambil alih. Begitu seterusnya hingga acara berakhir. Hari kedua, teknik tersebut masih kami gunakan. Kami saling mengisi satu sama lain. Berdasarkan pengamatan ketika mengikuti fasilitator dari lembaga lain memimpin diskusi,, kami  mencoba memberikan materi yang sama dengan yang mereka berikan. Dari sisi materi tidak ada perbedaan dengan mereka. Namun, mungkin karena jam terbang yang belum terlalu banyak, terkadang masih ada kekakuan ketika kami membawakan acara diskusi tersebut. Beberapa hal terkadang membuat kami ”kebingungan”. Apa yang harus kami lakukan jika ada peserta yang tidak terlalu paham dengan Bahasa Indonesia ; atau Apa yang harus kami lakukan jika ada pertanyaan di luar perkiraan kami? Namun, seiring berjalannya waktu, kami percaya bahwa setiap proses belajar akan mendatangkan pengalaman belajar. Kumpulan pengalaman belajar akan membantu kami untuk yakin pada diri kami, bahwa kami mampu melakukannya.
Adakah persamaan antara saya dan kapster salon tersebut? Kami sama-sama diberikan kesempatan untuk belajar. Belajar merupakan suatu perubahan perilaku atau kapasitas yang dicapai melalui pengalaman belajar (Parsons, dkk, 2001).  Perlu dicatat, setiap orang memiliki gaya sendiri dalam belajar. Tidak semua orang belajar dengan cara yang sama. Kecepatan setiap orang untuk menyerap semua informasi yang masuk ke dalam dirinya pun berbeda. Tidak menjadi masalah seseorang belajar dengan cepat atau lambat, atau dengan media apa seseorang belajar. Hal utama yang diperoleh ketika seseorang belajar adalah kemampuan, keterampilan, dan pengalaman belajar.
Lalu, apa yang dapat saya dan teman-teman lakukan? Begitu banyak yang dapat kita lakukan untuk mendukung orang lain belajar, yaitu : (a) Konsentrasi sangat diperlukan pada saat belajar, sehingga sebaiknya kita tidak mengganggu ketika orang lain sedang belajar ; (b) Buku merupakan salah satu media belajar, sehingga menyumbangkan buku kita yang sudah tidak terpakai agar dapat digunakan orang lain, sangatlah bermanfaat ; (c) Tidak mengejek orang lain yang melakukan kesalahan pada saat belajar. Ingat, belajar itu merupakan proses, dan bukan berorientasi pada hasil. Di dalam keterbatasannya, manusia akan menemukan cara untuk memperbaiki kesalahannya ; (d) Ingatkan orang lain untuk tidak perlu merasa takut gagal ketika sedang belajar atau mencoba suatu hal. Percaya diri, motivasi diri, dan keberanian merupakan modal awal untuk memulai belajar
Mari kita sama-sama mendukung setiap orang untuk belajar, karena setiap orang butuh diberi kesempatan untuk belajar. Di sepanjang tahap perkembangannya, manusia AKAN BELAJAR.


-28 Juni 2007-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar