Saya pasti bisa! Doakan
saya ya....?!?
Masih ingat dengan ungkapan seperti itu? Kalau dahulu anda sering melihat
sebuah program di salah satu televisi swasta, pasti ingat dengan ucapan
tersebut. Ucapan ini sering diucapkan oleh beberapa peserta di sebuah game
show di Jepang “Benteng Takeshi / Takeshi Castle”. Beberapa peserta
mulai usia 18 – 40an tahun, akan berlari sambil mengatakan Saya pasti bisa!
Doakan saya ya....?!?, sebelum memulai permainan tersebut.
Para peserta tersebut kemudian akan bermain. Mereka berpikir strategi yang
akan mereka gunakan dalam satu babak permainan. Peserta yang lolos dalam satu
babak akan maju ke babak selanjutnya. Peserta yang mampu lolos hingga babak terakhir,
akan melawan para penjaga Benteng Takeshi untuk merebut benteng.
Peserta yang gagal dalam setiap babak akan langsung dinyatakan gagal,
sehingga tidak dapat mengikuti babak selanjutnya (sistem gugur). Peserta yang
gagal, akan diwawancarai oleh pembawa acara di lapangan. Pembawa acara akan
bertanya “Hei...mengapa kamu bisa gagal? Wah payah kamu ini! Apa yang kamu
rasakan?” Para peserta tersebut rata-rata akan menjawab “Ya sedih juga
tidak bisa ikut main lagi. Tapi tidak apa-apa, yang penting saya sudah berusaha!”.
Permainan ini sungguh menarik perhatian saya. Sebenarnya, lebih tepatnya
saya tertarik dengan sikap mental yang ditunjukkan oleh para peserta permainan
tersebut. Pertama, Di awal permainan, peserta begitu meyakini bahwa
dirinya mampu melewati setiap rintangan yang akan dihadapinya. Mereka sungguh
percaya diri pada kemampuannya ; Kedua, Pada saat permainan berlangsung,
mereka berpikir strategi apa yang mereka gunakan, berpikir bagaimana supaya
berhasil, dan berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan setiap rintangan yang
mereka hadapi ; Ketiga, Di akhir permainan, ketika mereka berhasil
menyelesaikan satu babak, terlihat tawa bahagia di wajah mereka, sambil bersiap
diri menghadapi babak permainan selanjutnya. Namun, bagi peserta yang gagal,
tidak terlihat kekecewaan yang sangat dalam di wajah mereka. Mereka kecewa,
namun tidak membuat mereka patah semangat. Kesadaran bahwa mereka sudah
menunjukkan usahanya, menjadi hal yang penting bagi mereka.
Lihatlah, bahwa orang-orang tersebut sungguh memiliki konsep diri yang
positif. Mereka terlihat optimis, percaya diri, dan selalu bersikap positif
terhadap segala sesuatu (keberhasilan ataupun kegagalan). Kegagalan dipandang
sebagai pelajaran berharga untuk melangkah ke depan.
Konsep diri merupakan keyakinan, atau penilaian seseorang terhadap dirinya.
Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak kecil hingga dewasa.
Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua memberi pengaruh terhadap konsep
diri. Tiga aspek tersebut merupakan informasi bagi seseorang untuk menilai
dirinya. Seseorang menilai dirinya berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari
lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap positif, maka seseorang merasa
dirinya berharga sehingga tumbuh konsep diri positif.
Lalu, bagaimana cara memiliki konsep diri yang positif? (a) Jika
anda adalah seorang orangtua, bantulah anak anda memiliki konsep diri positif,
dengan cara menghargai anak dengan segala keunikannya, bersikaplah adil dengan
setiap anak, berikan pujian jika anak anda melakukan hal yang baik, dan tidak
perlu menggunakan kekerasan terhadap anak (kekerasan fisik maupun psikis
melalui perkataan kasar). Ingat... anak-anak mendapat perlindungan dari negara,
seperti yang tertuang dalam UU RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ; (b)
Hargai diri sendiri. Kalau bukan kita, siapa lagi dong yang dapat menghargai
kita? Saat kita mampu menghargai diri sendiri, kita pun mampu menghargai dan
melihat hal positif dari orang lain. Saat kita menghargai orang lain, maka
orang lain pun akan menghargai kita ; (c) Berpikir positif dan
rasional. Pikiran positif memampukan kita memandang persoalan dan seseorang
dengan cara positif. Orang-orang yang berpikir positif, mampu menghargai
dirinya dan melihat hal-hal positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di
masa depan.
Bagaimana dengan anda dan saya? Sebuah perenungan bagi
kita bersama.
- 9 Januari 2008 -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar